Tips Fotografi
Trik Memotret dengan 5 Cara Membaca Cahaya
By:
rian
Jakarta - Meningkatkan kepekaan melihat cahaya menjadi alasan penting untuk bisa meng-
upgrade
kemampuan memotret. Tidak sekedar melihat cahaya melalui mata telanjang
melainkan mampu membaca subjek yang tertimpa cahaya seolah-olah dia
sudah berada di seberang lensa.
Sebab, melihat karakter cahaya
melalui lensa berarti memahami dampak yang ditimbulkan secara fotografi,
emosi yang diciptakan, warna yang terekam dan komposisi yang bakal
tersusun. Berbeda jauh jika melihat dengan mata telanjang yang sekedar
kebutuhan optical, menyampaikan data dan pesan ke otak lalu diolah
sesuai kebutuhan sehari-hari yang kompleks, bukan khusus untuk kebutuhan
fotografi.
Nah, untuk melatih kepekaan cahaya itu, ada baiknya selalu meng-
upgrade
dengan tantangan-tantangan yang sedikit ekstrim. Yakni berada pada
kondisi kontras cahaya yang keras, antara gelap dan terang yang selalu
berubah-ubah dengan perbedaan yang signifikan.
Bagaimana itu?
Pertama,
lihatlah sekeliling kamar atau rumah. Perhatikan perbedaan cahaya di
luar jendela dengan di dalam ruangan. Perbedaan ini sangat berpengaruh
pada metering ekposure di kamera.
Bila fokus pada area terang di
luar rumah, maka di dalam ruangan menjadi gelap/under exposure.
Sebaliknya kalau titik fokus berada di area gelap di dalam ruangan, maka
foto yang dihasilkan menjadi over exposure.
Salah satu solusi,
bisa menggunakan teknik bracketing atau memotret 3 hingga 5 frame
sekaligus: foto under, foto medium dan foto over. Kemudian digabungkan
di software sehingga menghasilkan dynamic range yang sesuai atau biasa
dikenal sebagai HDR.
Gabungan 20 foto yang dijepret dari dalam mobil dengan kadar ekposure berbeda-beda.
Solusi lain bisa menggunakan lampu tambahan atau reflektor untuk memberi
cahaya pada titik-titik gelap. Tentu dengan kualitas cahaya yang
proporsional sehingga perbedaan ekposrue yang tajam bisa terminimalisir.
Lakukan
trik ini beberapa kali hingga mata terbiasa melihat perbedaan cahaya
dengan cepat dan efektif. Latih di beberapa spot berbeda untuk
meningkatkan kemampuan teknis maupun konsep soal cahaya dan bayangan:
apakah perlu dramatis, lembut, keras atau hangat.
Kedua,
memotretlah sambil naik kendaraan atau membonceng sepeda motor. Pada
saat itu usahakan kamera terus mengokang dan membidik apa-apa saja yang
dilintasi atau berpapasan. Lakukan dengan santai seperti sedang nak ojek
atau terjebak macet di jalanan.
Cara ini membuat kemampuan
reflek mata bekerja maksimal yaitu menangkap momen di waktu yang sangat
cepat dengan kondisi cahaya berbeda-beda. Bisa saja yang akan dijepret
sedang terkena bayangan gedung, pohon atau tiba-tiba langit berawan.
Atau sebaliknya, subjek dan pemotret yang sama-sama melintas sedang
berada pada kondisi cahaya melimpah dengan terik matahari.
Solusinya
bisa mengabaikam mode manual terlebih dahulu. Kemudian fokus pada mode
speed priority dengan ISO sedang (antara 200 hingga 800). Pastikan titik
fokus berada di tengah dan membiarkan kamera bekerja otomatis untuk
mengatur metering ekposure dan aperture. Oh iya, sebisa mungkin gunakan
continues shoot untuk membidik subjek dengan cepat sehingga mendapatkan
pilihan momen yang pas.
Ketiga, hunting foto saat 'twilight' atau
pergantian cahaya dari siang ke malam atau sebaliknya, dari malam ke
siang (subuh). Pada momen seperti ini cahaya matahari akan membuat
gradasi warna yang lembut atau sebaliknya cukup kontras tergantung
langit cerah atau berawan.
Manfaatkan perbedaan cahaya untuk
merekam tekstur dengan apik membuat siluet atau bergaya ngeflare. Jika
beruntung, dapat memperoleh sidelight atau backlight sekaligus untuk
membentuk garis dan bentuk yang harmonis.
Gabungan 20 foto yang dijepret dari dalam mobil dengan kadar ekposure berbeda-beda. (Foto: Ari Saputra/detikINET)
Foto-foto landscape, arsitektur dan urbanphotography kerap memanfaatkan
momen-momen twilight untuk menghasilkan foto yang menumental. Yakni
mengawinkan kualitas ekposure dengan kekuatan drama dan narasi kuat dari
setiap foto-foto yang dihasilkan.
Keempat, memotret baliho,
papan reklame atau displai toko yang menarik pada kondisi semua lampu
neonbox dinyalakan. Bisa siang hari seperti di dalam mall atau di luar
ruang saat malam hari.
Apa tantangannya? Neonbox atau papan
reklame yang menyala terang itu berpotensi overexposure jika ada subjek
lain di depannya. Nah mencari metering yang tepat antara baliho dan
sesuatu yang di depannya menjadi pekerjaan yang sedikit rumit namun
mengasyikan.
Rumit karena bisa membuat pilihan-pilihan siluet
yang ekstrim sekaligus mengasyikan lantaran gambar-gambar baliho yang
colorfull atau over exposed (berukuran raksasa). Biasanya digunakan oleh
para penyuka streetphotography untuk membuat narasi yang kontras dan
penuh pesan sindiran yang terkadang menohok.
Kelima, masuklah
pada bangunan-bangunan megastruktur seperti stasiun, bandara, taman
botani, atau masjid dengan ukuran tidak lumrah, besar dan superlatif.
Beberapa tempat yang biasa dijadikan sasaran memotret yakni Stasiun Beos
Kota Tua, bandara Hongkong, taman botani Garden Bay the Bay hingga
Masjid Istiqlal.
Di tempat-tempat tersebut, ilusi optical bekerja
maksimal. Tidak lain karena struktur bangunan dibuat para arsitek
profesional hingga menghasilkan refleksi cahaya yang menarik dan
sensasional.
Datanglah pagi-pagi saat pengunjung sepi atau saat
ramai sekalian untuk menemukan kesan kolosal di tempat tersebut. Atur
metering dan titik fokus pada spot-spot yang mampu merekam cahaya dengan
atraktif. Para fotografer kerap memanfaatkan cahaya samping dan
belakang untuk membuat 'tipuan visual' yang lebih menarik secara
fotografi.
Selebihnya, lakukan dengan cara kreatif dan secara
berkala. Lama-kelamaan mata bakal terlatih dan peka untuk membaca cahaya
sehingga mampu bermain ekposure dengan ciamik.
Display pamer di Museum 911, Manhattan, New York. (Foto: Ari Saputra/detikINET)